Jasa pembuatan journal SINTA biaya Rp 2-6 jt HUBUNGI SEKARANG JUGA KONSULTAN RISET |
PARIWISATA BUDAYA BERBASIS MASYARAKAT: MASALAH, ANCAMAN DAN PELUANG (part 2)
Ada empat dimensi yang penting bagi pembangunan berkelanjutan
(Rozemeijer, 2001, hal 15.):
(1)
CBT
harus ekonomis: pendapatan melebihi biaya;
(2)
CBT
harus berkelanjutan secara ekologis: lingkungan tidak harus mengurangi nilai;
(3)
harus
ada pemerataan biaya dan manfaat antara semua peserta dalam kegiatan ini, dan
(4)
konsolidasi
kelembagaan harus dipastikan: organisasi yang transparan, diakui oleh semua
pemangku kepentingan, harus dibentuk untuk mewakili kepentingan seluruh anggota
komunitas dan untuk mencerminkan kepemilikan mereka.
Sementara, proyek CBT sering dibuat dalam konteks ekowisata
(misalnya Kontogeorgopoulos, 2005; Snyder & Sulle, 2011), mungkin niche
yang menjanjikan untuk mengembangkan program CBT adalah pariwisata budaya, yang
diidentifikasi oleh United Nation World Tourism Organization (UNWTO, 200 1)
sebagai salah satu pasar pertumbuhan utama pariwisata global. Kekuatan utama
CBT, terutama dalam wisata budaya, terletak pada potensinya untuk memberdayakan
komunitas pedesaan dan untuk pembangunan dan pemberantasan kemiskinan (Manyara
& Jones, 2007). Kegiatan CBT dirancang dan dilaksanakan melalui konsensus
komunitas secara terpusat (top-down) Agar mengurangi efek negatif dan gangguan
budaya pedesaan.
Program wisata ini juga dapat meningkatkan kesempatan bagi pertemuan
antara komunitas dan wisatawan. Untuk alasan ini, UNWTO dan UNESCO telah
menentukan cultural dan heritage tourism sebagai bentuk pembangunan berbasis
komunitas untuk negara-negara berkembang. Bagi banyak orang, pariwisata budaya
(berkelanjutan) dianggap identik dengan CBT dengan melibatkan komunitas lokal
(Lamers, 2001). CBT menekankan agar proyek-proyek dan produk itu difokuskan
pada komunitas local (Dan warisan alam dan budaya), meskipun, dalam prakteknya,
mereka jarang dikontrol dan dikelola oleh komunitas itu - "pariwisata
berupsat pada komunitas " dalam kenyataan lebih rumit.
Meskipun Murphy (1985) berpendapat bahwa komunitas harus
memainkan peran integral dalam pengembangan pariwisata dan dia mengusulkan pendekatan
yang menekankan kontrol komunitas, Namun, masih diperdebatkan bagaimaan perencanaan
berkelanjutan harus dilaksanakan. Konsensus dan control merupakan masalah utama
(World Wildlife Fund, 2001), dan sifat politik dari proses perencanaan terus
menjadi kendala (Smith, 2003). Pendekatan pluralistik kepada komunitas mengasumsikan
bahwa semua pihak berkesempatan yang sama untuk berpartisipasi dalam proses
politik. Jamal dan Getz (1995) memberikan analisis kritis pada kolaborasi dan
kerjasama, dengan menyatakan bahwa ketidakseimbangan kekuasaan sering
menghambat keberhasilan Kolaborasi itu. Reed (1997) mengemukakan bahwa hubungan
kekuasaan memang merupakan bagian integral dalam memahami CBT dan keberhasilan dari
upaya kolaborasi itu.
BACA ARTIKEL KAMI YANG LAIN KLIK DISINI
INGIN MEMBACA KELANJUTAN ARTIKEL INI, KLIK DISINI
HARGA WAJAR SESUAI TINGKAT KOMPLEKSITAS DAN KERUMITAN MODEL/TEORI BARU/NOVELTY. KAMI SIAP MEMBANTU MENGERJAKAN DISERTASI YANG SULIT DENGAN WAKTU YANG CEPAT SESUAI PERATURAN PERGURUAN TINGGI ANDA. |
Tidak ada komentar:
Posting Komentar